BAB I
PENDAHULUAN
Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat
penggerak pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan. Kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan oleh bank ini membantu masyarakat mengatasi kekurangan modal dalam
mengelola, membiayai operasi, dan mengembangkan usaha sehingga mampu
meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing. Pemberian kredit
merupakan aktivitas paling pokok dari perbankan, hal tersebut merupakan salah
satu fungsi intermediasi bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat kemudian
menyalurkan kembali dana tersebut, namun resikonya juga relatif besar. Sebagai
antisipasinya, manajemen bank harus mengelolanya dengan prinsip kehati-hatian
(prudential banking). Bank memberikan kredit berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pemberian kredit kepada nasabah harus melalui
prosedur dan harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk mencegah timbulnya
kredit bermasalah yang melanda perbankan serta membutuhkan waktu yang lama
untuk menyelesaikannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
·
Bank Sentral
Menurut UU No.3 Tahun 2004, Bank
Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat
pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan
mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort.
Bank sentral yang dimaksud adalah Bank
Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara
yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam undang-undang ini.
a. Tujuan Bank Indonesia
Menurut UU RI No. 3 Tahun 2004 Pasal
7, dijelaskan tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah.
Untuk mencapai tujuan yang dimaksud
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten,
transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang
perekonomian.
b. Tugas Bank Indonesia
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004,
Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
(1) menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter
Dalam rangka menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang:
(a) menetapkan sasaran moneter
dengan memerhatikan sasaran laju inflasi;
(b) melakukan pengendalian moneter
dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- operasi pasar terbuka di pasar
uang baik rupiah maupun valuta asing
- penetapan tingkat diskonto
- penetapan cadangan wajib minimun
- pengaturan kredit atau pembiayaan
Cara-cara pengendalian moneter dapat
dilaksana-kan juga berdasarkan prinsip syariah.
Pelaksanaan ketentuan tersebut
ditetapkan Peraturan Bank Indonesia.
(2) mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, bank Indonesia berwenang:
(a) melaksanakan dan memberikan persetujuan
dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,
(b) mewajibkan penyelenggara jasa
sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
Pelaksanaan kewenangan di atas
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka melaksanakan tugas
mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan
dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan
peraturan Bank Indonesia.
·
Bank Umum
Pengertian bank umum menurut
Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang
diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa
perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).
Bank umum mempunyai banyak kegiatan.
Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:
a) menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;
b) memberikan kredit;
c) menerbitkan surat pengakuan
utang;
d) memindahkan uang, baik untuk
kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;
e) menerima pembayaran dari tagihan
atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;
f) menyediakan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga; dan
g) melakukan penempatan dana dari
nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
bursa efek.
·
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR
jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
BPR dalam melakukan kegiatannya
tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank konvensional (bank umum).
Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:
a) menerima simpanan berupa giro,
b) mengikuti kliring,
c) melakukan kegiatan valuta asing,
d) melakukan kegiatan perasuransian.
Adapun bentuk kegiatan yang boleh
dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.
a) Menghimpun dana dalam bentuk
simpanan tabungan dan simpanan deposito.
b) Memberikan pinjaman kepada
masyarakat.
c) Menyediakan pembiayaan dan
penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.
B.
Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
Apabila ditinjau dari segi
kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik
swasta nasional, dan bank milik swasta asing.
1. Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana
baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh
keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang
terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank
DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
2. Bank Milik Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta
akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya
juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon,
Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.
3. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari
bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.
Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City
Bank, dan lain-lain.
C.
Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
1. Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional”
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi
kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
“berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.
Berdasarkan pengertian itu, bank
konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga,
karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah
dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.
Bank konvensional pada umumnya
beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat
antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang
telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi,
kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa
keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan
jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat,
penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Bank konvensional dapat memperoleh
dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on
call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini
merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian
dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan
investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank
tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.
2. Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang bank
syariah. Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa
pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank
yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya
yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank
syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan,
dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis
untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan
yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi
masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan
bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan bank
syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank
konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah
didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai
dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya
porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang
berlaku pada bank syariah.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal
berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan
kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank
syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi
bank syariah, bunga bank adalah riba.
Dalam perkembangannya kehadiran bank
syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga
masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara
muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan
banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah.
Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri.
Perbankan Syariah
Selain Perbankan Konvensional, di
Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di
Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada
tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk
kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang
diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan
norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif),
gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan
cara dan objek investasi
Sebenarnya menurut agama lain pun
ditemui larangan riba. Berikut beberapa uraian tentang bunga dan riba menurut
sejarah dan beberapa agama.
I.
Yunani
A.
Plato: (427-347 SM)
- Bunga menyebabkan perpecahan dan
perasaan tidak puas dalam masyarakat
- Bunga merupakan alat golongan kaya
untuk mengeksploitasi golongan miskin
B.
Aristoteles (384-322 SM)
- Fungsi uang adalah sebagai alat
tukar bukan alat menghasilkan tambahan melalui bunga – “ ……istilah riba yang
berarti lahirnya uang dari uang, diterapkan kepada pengembangbiakan uang karena
analogi keturunan dan orang tua. Dibanding dengan semua cara mendapatkan uang,
cara seperti ini adalah yang paling tidak alami” (Politics, 1258)
II.
Yahudi
Kitab Eksodus ( Keluaran 22-25):
“Jika engkau meminjamkan uang kepada
salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau
berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga
terhadapnya.”
III.
Kristen
1.
Lukas 6 : 34-35
“Dan janganlah kamu meminjamkan
sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya,
apakah jasamu? ……………. dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan……….“
2.
Pandangan para pendeta dan sarjana kristen berbeda dengan Lukas
6:
34-35 dan pendapat mereka terbagi menjadi 3 periode, yaitu:
a. Pandangan Pendeta Awal (abad
I-XII)
- Bunga adalah semua bentuk yang
diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan di awal.
- Mengambil bunga adalah suatu dosa
yang dilarang baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
- Keinginan atau niat untuk mendapat
imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
- Bunga harus dikembalikan kepada
pemiliknya.
b. Pandangan Para Sarjana Kristen
(abad XII-XV)
- Bunga dibedakan menjadi interest
dan usury.
- Niat atau perbuatan untuk
mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang
bertentangan dengan konsep keadilan.
- Mengambil bunga dari pinjaman
diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung niat si pemberi utang.
c. Pandangan Para Reformis Kristen
(abad XVI- tahun 1836)
- Dosa apabila bunga memberatkan.
- Uang dapat membiak (bertentangan
dengan Aristoteles).
- Tidak menjadikan pengambil bunga
sebagai profesi.
- Jangan mengambil bunga dari orang
miskin.
IV.
Islam
Kitab Al-Qur’an melarang riba,
antara lain:
a. Al-baqarah : 278-279
“Hai orang-orang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
…………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”
b. Ali- Imran : 130
“Hai orang-orang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat keuntungan.”
c. An-nisaa : 130
“…………dan disebabkan mereka memakan
riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang bathil…………….”
d. Ar-ruum : 39
“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia
bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah……..”
Selain dalam Al-Qur’an, larangan
riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam,
uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak dipandang sebagai
komoditi.
Berkembangnya Bank-bank Syariah di
negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal
Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke
Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim
Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada
tanggal 1 November 1991.
Perkembangan Bank syariah pada era
reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur
dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank
konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau
mengkonversi menjadi bank syariah
KEUNIKAN
PERBANKAN SYARIAH
Fungsi dasar bank syariah secara
umum sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan
pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan
cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan
pengaturan dan pengawasan bagi Bank syariah
a.Perbedaan mendasar tersebut
terutama:
b. Perlunya jaminan pemenuhan
ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank.
c. Perbedaan karakteristik
operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema
PLS dengan instrumen nisbah bagi hasil.
Langkah penting untuk mengatasi
masalah unik dari sistem bagi hasil misalnya : moral hazard (tindakan yang
dilakukan oleh penerima amanat yang bertentangan dengan kesepakatan awal dalam
menjalankan amanat yang diterimanya), asymmetric information (ketidakseimbangan
informasi antara pemberi amanat dan yang diberi amanat, di mana pihak yang
diberi amanat memiliki informasi yang lebih banyak ketimbang pihak yang memberi
amanat), dll adalah dengan cara:
a. penerapan good governance (tata
kelola yang baik)
b. ketentuan disclosure dan
transparansi keuangan
c. pengembangan skema insentif yang
optimal dll
Jenis
Produk Bank Syariah
Jenis produk Bank Syariah akan
tergantung pada fungsi pokok bank syariah. Fungsi pokok bank syariah dalam
kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat terdiri dari:
1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding)
2. Fungsi Penyaluran Dana
(Financing)
3. Pelayanan Jasa (Service)
Dalam bank syariah produk-produk
penghimpunan dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:
a. Wadiah yaitu akad titipan dimana
barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan
dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan.
b. Mudharabah yaitu akad usaha
dimana salah satu pihak memberikan modal (Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya
memberikan keahlian (Mudharib) dengan nisbah yang disepakati dan apabila
terjadi kerugian , maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut.
Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Mudharabah mutlaqah (investasinya
tidak terikat).
b) Mudharabah muqayyadah:
investasinya terikat (tertentu).
Selanjutnya di PSAK no 59 paragraf 8
dan 9 secara rinci dijelaskan pengertian dari kedua jenis Mudharabah ini.
08 Mudharabah mutlaqah adalah
mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana
dalam pengelolaan investasinya
09 Mudharabah muqayyadah adalah
mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana
mengenai tempat, cara, dan objek investasi.
Contoh batasan tersebut, misalnya:
a) tidak mencampurkan dana pemilik
dana dengan dana lainnya
b) tidak menginvestasikan dananya
pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan c) mengharuskan pengelola dana
untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga
Jenis Produk Bank Syariah bila
dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding) terdiri dari:
1.
Giro adalah
- simpanan yang dapat diambil
sewaktu-waktu atau berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek atau kartu
ATM sebagai media/alat penarikan.
- dapat dibuka oleh perorangan atau
perusahaan.
- Cek dapat berbentuk tunai atau
melalui rekening (account payable).
Sesuai dengan penjelasan tentang 2
akad diatas, maka giro menggunakan akad Wadiah.
2.
Simpanan/tabungan:
- simpanan yang dapat diambil berdasarkan
kesepakatan dengan menggunakan buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat
penarikan.
- Buku tabungan merupakan bukti
pemilikan dari pemegang rekening.
- Terdapat aturan tentang setoran
pertama dan saldo minimal.
Kedua jenis akad di atas dapat
dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan menurut akadnya dibagi menjadi:
- Simpanan Wadiah dan
- Simpanan Mudharabah
3.
Deposito
- simpanan untuk jangka waktu
tertentu yang dapat diambil setelah jangka waktu tertentu.
- menggunakan bilyet sebagai tanda
bukti simpanan.
- mendapatkan bagi hasil yang
dibayarkan tiap akhir bulan.
Akad yang dapat dipakai dalam
Deposito adalah Mudharabah.
Catatan:
*) Bila akad yang dipakai adalah
Mudharabah muqayyadah, maka:
- nasabah meminta Bank untuk
menyalurkan dananya kepada projek atau nasabah tertentu.
- Atas tugas ini bank dapat
memperoleh fee atau porsi keuntungan.
- Keuntungan yang diperoleh dari
penyaluran dana ini dibagi antara nasabah sebagai pemilik modal (Sahibul Mal)
dan pelaksana projek sebagai mudharib (orang yang memberikan keahlian)
- Pola seperti ini dalam dunia
perbankan disebut chanelling bukan executing
Jenis Produk Bank Syariah bila
dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing) dibagi menjadi 3 kategori
besar:
1. Jual-beli
2. Bagi Hasil/Untung
3. Sewa
1. Jual-beli
Produk jual-beli dalam Bank Syariah
dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Murabahah
b. Salam dan salam parallel
c. Istishna dan istishna paralel
Penjelasan dari masing-masing produk
disajikan berikut ini:
a. Murabahah
- adalah pembiayaan berdasarkan
jual-beli dimana Bank bertindak selaku penjual dan nasabah selaku pembeli
- Harga beli diketahui bersama dan
tingkat keuntungan untuk Bank disepakati dimuka
- Dalam fiqih klasik murabahah dilakukan
secara tunai, dalam praktik perbankan nasabah dapat membayar secara angsuran
dan untuk antisipasi kemacetan, Bank dapat meminta jaminan
- Dalam fiqih klasik, penjual
membeli barang langsung dari penjual pertama. Dalam perbankan syariah barang
dapat dikirim langsung kepada nasabah atau nasabah membeli sendiri selaku wakil
Bank dalam membeli
- Bank dapat meminta uang muka dari
nasabah untuk pembelian barang tersebut secara murabahah
- Bila nasabah membayar tepat waktu
atau melunasi sebelum jatuh tempo, nasabah dapat meminta keringanan (diskon)
bila Bank menyetujui b. Salam dan salam paralel
- adalah pembiayaan berdasarkan
jual-beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan dimuka dengan
syaratsyarat tertentu
- dalam pembiayaan ini bank bertindak
selaku pembeli sedangkan nasabah bertindak selaku penjual. Uang pembelian
diberikan dimuka kepada nasabah
- Karena barang akan dikirimkan
kemudian, maka nasabah selaku penjual berhutang kepada bank
- Biasanya diterapkan untuk
pembiayaan produk pertanian atau produk-produk yang terstandarisasi
- Bank hanya mendapat keuntungan
apabila komoditi yang dikirim oleh nasabah dijual dengan harga yang lebih
tinggi
- Bank dapat menjual barang tersebut
sebelum jatuh tempo kepada pihak lain dengan cara yang sama (salam), tapi tidak
boleh dikaitkan dengan salam yang pertama. Bila hal ini yang terjadi maka
salamnya adalah Salam paralel
- Apabila dijual kembali kepada
nasabah dengan harga yang lebih tinggi dikhawatirkan terkena riba
- Apabila nasabah gagal (wan prestasi,
default) dalam menyerahkan barang yang dipesan, maka kewajiban terhadap bank
tidak berubah. Penyerahan barang harus tetap dilakukan walaupun harus ditunda
karena kegagalan
- Jika bank setuju, modal bank
dikembalikan senilai ketika pertama kali diberikan
c. Istishna dan istishna parallel
- hampir sama dengan salam tetapi
berbeda pada objek yang dibiayai dan cara pembayarannya
- Pada Salam objek yang dibiayai
sudah terstandarisasi, sedangkan pada istishna objek yang dibiayai bersifat
customized (harus dibuat terlebih dahulu)
- Pada Salam pembayaran oleh bank
dibayar dimuka sekaligus, sedangkan pada istishna pembayaran oleh bank dapat
dicicil/bertahap 2. Bagi Hasil/Untung
Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank
Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Mudharabah
b) Musyarakah
c) Rahn
a) Mudharabah
- dalam pembiayaan Mudharabah , bank
bertindak sebagai pemilik dana (sahibul mal) dan nasabah sebagai pengelola
usaha (mudharib)
- dalam fiqih klasik yang dibagikan
adalah keuntungan (pendapatan dikurangi biaya), tetapi dalam praktik yang
dibagikan adalah Revenue karena sulit untuk menemukan kesepakatan tentang
biaya-biaya yang dikeluarkan nasabah
- Nisbah bagi hasil disepakati di
muka termasuk bila terjadi kerugian
- dalam fiqih klasik, Mudharabah
adalah akad yang modal dikembalikan ketika usaha berakhir. Dalam sebagian
praktik perbankan syariah, modal yang digunakan nasabah dicicil untuk
memudahkan pengembalian ketika Mudharabah berakhir
- dalam fiqih klasik, ketika usaha
menemui kegagalan semua aset yang tersisa dijual dan dikembalikan kepada
sahibul mal (Bank).
Dalam perbankan syariah nasabah
selaku mudharib (pengelola usaha) masih diberi kesempatan untuk
melanjutkan/memperbaiki usaha dengan penambahan modal dari bank b) Musyarakah
- dalam Musyarakah, bank dan nasabah
bertindak selaku syarik (partner) yang masing-masing memberikan dana untuk
usaha
- pembagian keuntungan menurut
kesepakatan dan apabila rugi dibagi menurut porsi modal masing-masing
(proporsional)
- selaku syarik, bank berhak ikut
serta dalam manajemen sesuai kaidah musyarakah c) Rahn (gadai)
- adalah penyerahan jaminan untuk
mendapat pinjaman
- Rahn dalam syariah dapat
berbentuk:
- Fiducia: penyerahan barang, tetapi
hanya dokumen yang ditahan. Barangnya masih dapat digunakan oleh pemilik
- Gadai : penyerahan barang secara
fisik sehingga pemilik tidak dapat menggunakan lagi.
3. Sewa (Ijarah)
- Bila pembiayaan berdasarkan akad
Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi sewa (mu’jir) dan nasabah selaku
penyewa (musta’jir)
- Pada fiqih klasik, bank (pemberi
sewa), bank harus memiliki barang sebelum menyewakan kepada nasabah (penyewa)
- Pada umumnya Bank tidak memiliki
barang, tetapi menyewa dari pihak lain, kemudian menyewakan lagi kepada nasabah
dengan nilai sewa yang lebih tinggi selama tidak ada kaitan antara akad sewa
pertama dengan sewa kedua
- Ijarah dalam bank syariah bisa
disamakan dengan operating lease, bukan financial lease atau capital lease
(lihat bahasan sewa guna usaha/leasing). Jadi bank bertanggung jawab atas
pemeliharaan aset yang disewa
- Bila bank memiliki objek yang
disewakan, maka bank dapat memberi Opsi bagi nasabah untuk memiliki objek yang
disewanya. Ijarah jenis ini dinamakan Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik atau
Ijarah wal Iqtina. Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik memakai 2 akad yaitu akad
sewa dan janji (opsi) kepemilikan. Kepemilikan bisa dilakukan kalau masa sewa
telah berakhir. Hal ini hampir sama dengan capital lease.
Jasa Perbankan
adalah pelayanan Bank terhadap
nasabah dengan tidak menggunakan modal tunai. Atas jasa yang diberikan, bank
akan menerima imbalan (fee).
Jenis Produk Bank bila dilihat dari
fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:
a. Transfer (pengiriman uang)
b. Inkaso (pencairan cek)
c. Valas (penukaran mata uang asing)
d. L/C (Lettter of Credit)
e. Letter of Guarantee dll
Bank syariah menggunakan akad dalam
penetapan produknya.
Akad yang dipakai sebagai dasar
dalam jasa perbankan syariah:
1. Wakalah (Perwakilan)
Produk yang memakai akad ini:
Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C
2. Kafalah (Penjaminan)
Produk yang memakai akad ini: Bank
Guarantee, L/C, Charge Card
3. Hawalah (Pengalihan Piutang)
Produk yang memakai akad ini:Bill
Discounting, Post Dated Check (cek mundur), anjak piutang
4. Sarf (Pertukaran mata uang)
Produk yang memakai akad ini: Jual
beli Valuta Asing
Dalam perbankan syariah, jasa
perbankan menggunakan dana/fasilitas bank sendiri, oleh karena itu pendapatan
yang diperoleh dari penjualan jasa ini harus disendirikan atau tidak ikut
dibagikan kepada pemilik simpanan.
Untuk mempermudah transaksi antar
Bank dan antara Bank dengan Bank Indonesia seperti perbankan konvensional, ,
maka Bank syariah juga menggunakan produk Interbank.
Jenis Produk Interbank
a. Sertifikat Mudharabah antar Bank
adalah instrumen pasar uang antar bank yang hanya dapat dijual satu kali kepada
bank lain dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan
b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
adalah instrumen Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam
perbankan
c. Fasilitas pembiayaan Jangka
Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank Indonesia bagi perbankan syariah untuk
menutupi selisih posisi (mismatch)
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tiga kelompok utama Institusi
keuangan - bank komersial, lembaga tabungan, dan credit unions - yang juga
disebut lembaga penyimpanan karena sebagian besar dananya berasal dari simpanan
nasabah. Bank-bank komersial adalah kelompok terbesar lembaga penyimpanan bila
diukur dengan besarnya aset. Mereka melakukan fungsi serupa dengan
lembaga-lembaga tabungan dan credit unions, yaitu, menerima deposito
(kewajiban) dan membuat pinjaman ( Namun, mereka berbeda dalam komposisi aktiva
dan kewajiban, yang jauh lebih bervariasi).
Perbandingan konsentrasi aset ukuran
bank, menunjukkan bahwa konsolidasi perbankan tampaknya telah mengurangi pangsa
aset bank paling kecil ( aset di bawah $ 1 miliar).[rujukan?] Bank-bank ini -
dengan aset dibawah $ 1 milliar - cenderung mengkhususkan diri pada ritel atau
consumer banking, seperti memberikan hipotek perumahan, kredit konsumen dan
deposito lokal.Sedangkan aset bank yang relatif lebih besar (dengan aset lebih
dari $ 1 miliar), terdiri dari dua kelas adalah bank regional atau super
regional.Mereka terlibat dalam grosir yang lebih kompleks tentang kegiatan
komersialperbankan, meliputi kredit konsumen dan perumahan serta pinjaman
komersial dan industri (D & I Lending), baik secara regional maupun
nasional. Selain itu, bank - bank besar memiliki akses untuk membeli dana
(fund) - seperti dana antar bank atau dana pemerintah ( federal funds)- untuk
membiayai pinjaman dan kegiatan investasi mereka. Namun, beberapa bank yang
sangat besar memiliki sebutan yang berbeda, yaitu Bank Sentral.Saat ini, lima
organisasi perbankan membentuk kelompok Bank Sentral,yaitu: Bank New York ,
Deutsche Bank( melalui akuisisi bankir-bankir saling mempercayai), Citigroup,
JP Morgan , dan Bank HSBC di Amerika Serikat.Namun, jumlahnya telah menurun
akibat megamergers. Penting untuk diperhatikan bahwa, aset atau pinjaman tidak
selalu menjadi indikator suatu bank adalah bank sentral. Tapi, gabungan dari
lokasi dengan ketergantungan pada sumber nondeposit atau pinjaman dana.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar